Pada dasarnya kartel adalah penggabungan kelompok kepentingan yang bertujuan memonopoli teristimewanya hak dalam mengatur yang menguntungkan mereka. Dalam dinamika politik, terutama dalam mekanisme perpolitikan partai, partai-partai bekerjasama sebagai suatu entitas untuk menjaga kepentingan bersama, hal ini cenderung corrupt (penyalahgunaan kekuasaan) jika mereka berada dalam lingkungan eksekutif maupun legislatif, misalnya menjadikan lembaga negara sebagai sumber keuangan utama bagi partai, sehingga KKN sangat rentan terjadi. Mereka membentuk koalisi untuk memperoleh kekuasaan secara berlebihan dengan bergabungnya banyak partai yang sarat kepentingan, koalisi terbentuk dari partai-partai yang pada dasarnya berbeda ideology antara satu dengan lainnya, akan tetapi mereka bekerjasama untuk memperoleh kepentingan masing-masing dalam wadah yang sama, sehingga kepentingan rakyat banyak menjadi prioritas nomor sekian. Kekuatan mereka jika bersatu bisa menjadi rival yang kuat untuk menghimpun suara yang banyak dalam pemilihan jabatan politik. Inilah yang menjadikan alasan mengapa pemimpin terpilih harus memenuhi syarat bahwa dengan menang harus merangkul semua kekuatan politik terutama partai politik. Seorang jurnalis pernah menuliskan hal ini dalam artikelnya, bahwa bila ingin membuat pemerintahan yang utuh, semua kekuatan politik yang ada harus dapat dikuasai atau dimonopoli dengan baik seperti apa yang terjadi pada era Orde Baru pimpinan Soeharto.
Pemerintahan yang ideal selayaknya mempertimbangkan koalisi yang terlalu berlebihan, sehingga mampu mengambil arah kebijakan yang efektif dan efesien tanpa harus terlalu mempertimbangkan kepentingan partai koalisinya, akan tetapi jika bahan pertimbangannya adalah kepentingan golongan dalam lingkungan kekuasaan, maka yang terjadi adalah pembagian kekuasaan yang proporsional baik dalam perlemen maupun kabinet pemerintahan eksekutif, sehingga menempatkan orang-orang yang tidak berkompeten (non qualified) dalam bidang jabatan yang diperolehnya, sehingga arah kebijakan yang diterapkan jauh dari kebutuhan rakyat. Hal ini membuat kesejahteraan semakin menjadi tidak terjamin. Apa yang kita harapkan dari reformasi 1998 yaitu kehidupan ideal tidak akan pernah terwujud jika masih mempertimbangkan kepentingan partai secara akomodatif.
Sejatinya kebijakan publik yang diambil harus sesuai dengan kebutuhan rakyat, tidak menempatkan rakyat sebagai komoditas kepentingan. Sehingga bisa mewujudkan kehidupan ideal yang diinginkan. Pada dasarnya, partai adalah sarana yang paling efektif untuk menyalurkan kepentingan rakyat secara aspiratif, akan tetapi pada realitanya, rakyatlah yang dijadikan sebagai komoditas kepentingan mereka tadi. Dengan sebuah kartel yang menyengsarakan rakyat, partai tadi menyatakan bahwa ideologi mereka berpihak kepada rakyat, akan tetapi pada kenyataannya keuangan negara secara legal maupun illegal dikuras habis-habisan oleh mereka yang berada dalam pemerintahan dan parlemen.
Sudah saatnya kita bersatu untuk dapat memahami realitas politik di negeri plural ini. Dengan pemahaman yang matang, kita mampu untuk mengurai kartel-kartel yang menyengsarakan rakyat, sehingga kehidupan ideal yang diinginkan terwujud secara utuh dan dirasakan bersama oleh semua lapisan masyarakat.
Kata Bijak;
“Setiap manusia mempunyai kekuatan sejarah yang menyingkapkan masa lalunya. Sejarah telah mendudukkan kembali dalam ukuran yang lebih berat dan kokoh bagi yang bersangkutan dan beribu-ribu rahasia dari masa lalu terbit kembali dari lubuk yang tersembunyi dari cahaya matanya. Masih tidak ada sahabat yang tidak mengerti arti mimpi yang akan menjelma menjadi kenyataan sejarah satu saat nanti, karena terkadang masa lalu masih belum semua nampak. Banyak kekuatan yang agaknya belum kita ketahui”
-Friedrich Nietzsche
Tidak ada komentar:
Posting Komentar