Kata Bijak;

“Setiap manusia mempunyai kekuatan sejarah yang menyingkapkan masa lalunya. Sejarah telah mendudukkan kembali dalam ukuran yang lebih berat dan kokoh bagi yang bersangkutan dan beribu-ribu rahasia dari masa lalu terbit kembali dari lubuk yang tersembunyi dari cahaya matanya. Masih tidak ada sahabat yang tidak mengerti arti mimpi yang akan menjelma menjadi kenyataan sejarah satu saat nanti, karena terkadang masa lalu masih belum semua nampak. Banyak kekuatan yang agaknya belum kita ketahui”



-Friedrich Nietzsche

Senin, 24 September 2012

Happy Birthday Our Hero, Hasan Muhammad di Tiro

Simpul sejarah Aceh tak lekang dari sosok Tgk Muhammad Hasan Di Tiro. Menurut Cornelis Van Dijk, sejarawan asal Rotterdam Belanda, Hasan Muhammad di Tiro disebut sebagai seorang yang memiliki inteligen tinggi, berpendidikan baik, yang diberkahi dengan kombinasi yang jarang terdapat pada orang kebanyakan, yakni pesona dan keteguhan hati (Burham: 1961).
Hasan Muhammad di Tiro (25 September 1925 – 3 Juni 2010), salah satu tokoh besar yang dimiliki Aceh, baik dari keturunan maupun dari kejenuisan dan keteguhan hati dalam memperjuangkan harga diri bangsa Aceh. Komitmennya untuk Aceh berdiri sendiri dalam bingkai Syariat Islam lewat kemerdekaan penuh yang tidak pernah padam, sebagaimana indatu dan pejuang Aceh lainnya ketika mengusir kolonialis Belanda. Komitmennya untuk Aceh tidak perlu diragukan lagi. Membuka kembali mata rakyat Aceh dan meninggalkan pelajaran kepada kita semua tentang sebuah harga diri dan marwah, adalah pejuang sekaligus pahlawan bagi rakyat Aceh. Kita semua tahu bahwa Hasan Tiro adalah sosok sentral yang mempertinggi posisi tawar Aceh di mata Jakarta. Dari segi pemikiran, Hasan Muhammad di Tiro sangat pantas disetarakan dengan pemikir nasionalis lainnya seperti Natsir dan Hatta, dan jiwa patriotisme Hasan Muhammad di Tiro sepadan dengan Gandhi dan Mandela.
Terlepas dari sejarah bahwa beliau yang pada awalnya pernah menaruh simpati pada indonesia dan akhirnya berontak, kita melihat rasa nasionalis beliau yang tidak pernah pudar terhadap Aceh, dengan keteguhan hati rela meninggalkan keluarga dan kekayaan di New York hanya untuk memperjuangkan harga diri bangsa Aceh, hanya segelintir orang normal mampu melakukan hal tersebut. Dengan melihat realitas bahwa Aceh adalah pernah berdaulat sebagai sebuah bangsa yang besar  dan diakui oleh bangsa-bangsa lainnya di dunia, beliau paham akan sebuah arti penting kedaulattan sejarah bangsa Aceh dan bagi kita sendiri setidaknya sadar bahwa sebuah harga diri sangat penting untuk kita pertahankan dan harus dibela.
Karya-karya yang dihasilkan beliau membuktikan bahwa beliau jenius dan begitu paham tentang Aceh, dimulai dari ttugas akhir beliau pada Universitas Islam Indonesia pad 1949 dengan judul Perang Atjeh 1873-1927”. Kemudian dilanjutkan dengan disertasi dokttor pada Universitas Columbia, Amerika Serikat yang berjudul “Konstitusionalisme Kesultanan Aceh. banyak karya hasil pemikiran beliau, antara lain Demokrasi Untuk Indonesia, Indonesia Nationalism, A Westtern Invention To Subvert Islam And To Prevent Decolonization Of The Dutch East Indies, Masa Depan Politik Dunia Melayu, dll.
Hasan Muhammad di Tiro menjelajahi sejarah, menulis sekian pandangan tentang nasionalisme Aceh. Pada karyanya yang lain, “Atjeh Bak Mata Donja” (Aceh di Mata Dunia) yang ditulis dalam bahasa Aceh dan dicetak sebanyak tiga kali, pertama di New York pada 15 Maret 1968, kedua di Glee Mamplam pada 1977 dan yang ketiga di Stockholm pada 1984. Hasan Muhammad di Tiro menguraikan kausalitas hilangnya kesadaran historis dan politis rakyat Aceh setelah Perang Belanda. Beliau mulai merekonstruksi sejarah Aceh, dan menegasi kembali segala upaya integrasi dengan republik. Dalam tulisan ini pula Hasan Muhammad di Tiro menjelaskan tentang peperangan Aceh dengan Belanda dengan tiga fase peperangan, yang pertama pada 5-23 April 1873, kemudian pada Desember 1873 sampai Desember 1911 dan yang terakhir pada 1911 sampai dengan Maret 1942. Selama peperangan ini Aceh tidak pernah mengalami kekalahan dan Sultan Aceh tidak pernah menyerahkan kedaulatannya kepada Belanda walaupun Sultan Aceh sudah tertangkap Belanda. Dalam tulisan ini Hasan Muhammad di Tiro menanamkan rasa nasionalisme ke-Aceh-an, membuka kembali sejarah bahwa Aceh adalah bangsa besar yang diakui kedaulatannya oleh dunia. Aceh adalah suatu bangsa di dunia seperti bangsa lain juga, mempunyai sejarah, dan bahasa sendiri. Sejak tahun 1873 lebih dari ratusan ribu rakyat Aceh kehilangan nyawanya dalam usaha mengusir kolonialis Belanda dari Aceh. Bagi pendukung kemerdekaan Aceh ketika ini, pengorbanan itu merupakan tindakan memerdekakan diri dari penjajah Belanda, bukan merupakan perjuangan untuk memerdekakan Indonesia seperti yang yang dikatakan nasionalis Indonesia. Sementara para pakar sejarah Indonesia melihat sebagai sebuah dukungan dan persetujuan atas dasar kehendaknya sendiri untuk bergabung dengan Indonesia, karena sama-sama mengusir kolonialis Belanda dari nusantara. Hasan Muhammad di Tiro mengemukakan bahwa perjuangan rakyat Aceh dalam mengusir Kolonialis Belanda pada masa itu bukan sebagai perjuangan memerdekaan Indonesia, namun perjuangan mempertahankan marwah, harga diri dan kedaulatan bangsa Aceh. Nasionalisme keacehan sangat ditegaskan oleh Hasan Muhammad di Tiro dalam tulisan ini, pemikirannya mempengaruhi kejiwaaan rakyat Aceh sehingga menumbuhkan kembangkan kembali semangat rakyat Aceh tentang mempertahankan harga diri dan kehormatan Aceh sebagai bangsa yang besar dan pernah diakui dunia.
Kita penerus bangsa Aceh harus bangga dengan adanya tokoh kaliber dunia yang lahir di tanah Aceh, yang telah membuka mata dunia bahwa eksistensi Aceh masih bisa diperhitungkan sebagai sebuah bangsa yang besar, yang mengajarkan kita semua akan sebuah arti harga diri, sudah selayaknya kita menelaah sendiri rasa nasionalis keacehan dalam diri kita, dan melawan semua penindasan harga diri terhadap kita bangsa Aceh. 
Selamat Ulang Tahun Hasan Muhammad di Tiro (25 September 1925 - 25 September 2012), pengorbananmu akan kami lanjutkan sebagai manifestasi kedaulatan bangsa kita, walaupun hanya sebatas pikiran kecil yang bisa kami tuliskan di atas kertas...
Untuk pahlawan kami semua yang merasa “manusia” berdarah Aceh, Hasan Muhammad di Tiro.